Rabu, 26 Juni 2013

Untukmu Yang Beranjak Remaja

 

Semua orang tahu bahwa waktu memang tidak bisa dihentikan lajunya. Ia akan terus berjalan tanpa perduli dengan manusia. Waktu adalah pengantar yang mengantarkan setiap insan melewati gerbang-gerbang masa.
Maka, kita lihat yang dulunya masih anak –anak berwajah imut dan menggemaskan, sekarang telah diantarkan sang waktu menuju gerbang dunia remaja. Semua berubah, remaja puteri yang baru memasuki dunia ini mengalami satu peristiwa yang menandakan 'kedewasaannya' telah dimulai, yaitu menstruasi.
Dalam masalah ini tidak sedikit remaja puteri mengaku masih buta dan tidak tahu harus berbuat apa serta keluhan-keluhan lainnya. Akhirnya, masa remaja yang seharusnya disambut dengan riang malah menjadi bumerang. Nah, bagi kamu-kamu yang akan dan sudah menginjak masa remaja harus tahu masalah ini agar masa puber makin tokcer. Selamat membaca.

1. Makna dan hikmah haid.
Secara etimologi haid berarti sesuatu yang mengalir. Dan secara terminologi syar'i haid berarti darah yang terjadi pada wanita secara alami, bukan karena suatu sebab dan pada waktu tertentu.
Adapun hikmahnya adalah janin yang ada di dalam kandungan ibu tidak dapat memakan sebagaimana yang dimakan oleh anak yang berada di luar kandungan, dan tidak bagi si ibu untuk menyampaikan sesuatu makanan untuknya, maka Allah telah menjadikan pada diri kaum wanita proses pengeluaran darah yang berguna sebagai zat makanan bagi janin dalam kandungan ibu tanpa perlu dimakan dan dicerna, yang sampai kepada tubuh janin melalui tali pusar, dimana darah tersebut masuk melalui urat dan menjadi zat makanannya.

2. Usia dan masa haid.
Usia haid biasanya antara 12-50 tahun. Kemungkinan seorang wanita mengalami haid sebelum usia 12 tahun, atau masih mengalami haid setelah usia 50 tahun. Ini semua bergantung pada kondisi, lingkungan dan iklim yang mempengaruhinya.
Memang para ulama rahimahumullah, berbeda pendapat dalam masalah pembatasan usia haid, apakah seorang wanita tidak mendapatkan haid sebelum usia 12 tahun atau sesudah usia 50 tahun?. Tetapi pendapat yang kuat insya Allah adalah pendapat seperti diungkapkan oleh ad-Darimi yang termaktub dalam al-Majmu' Syarhul Muhadzdzab juz 1 halaman 386. Dan pendapat ini pula yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Yaitu, kapanpun seorang wanita mendapatkan darah haid, berarti ia haid, meskipun usianya belum mencapai 9 tahun atau di atas 50 tahun.
Adapun tentang masa haid, para ulama berbeda pendapat juga. Ada sekitar 6 atau 7 pendapat dalam masalah ini.
Ibnu al-Mundzir mengatakan:"Ada kelompok yang berpendapat bahwa masa haid tidak mempunyai batasan berapa hari minimal atau maksimalnya." Pendapat ini senada dengan pendapat ad-Adarimi, dan inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam. Alasan-alasannya adalah sebagai berikut:

Pertama, firman Allah

ويسألونك عن المحيض قل هوأذى فاعتزلواالنساء في المحيض ولاتقربوهن حتى يطهرن
Artinya:"Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah:'Haid itu adalah suatu kotoran.' Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci." (QS.al-Baqarah: 222).
Dalam ayat di atas yang dijadikan ukuran batas haid adalah kesucian, bukan bilangan hari-hari (3 hari ataupun 15 hari).

Kedua, hadits shahih dalam shahih Muslim juz 4 hal. 30 dimana Rasulullah bersabda kepada Aisyah yang haid pas ihram untuk umrah:"Lakukanlah apa yang dilakukan oleh jamaah haji, hanya saja jangan melakukan thawaf di Ka' bah sebelum kamu suci." Dalam shahih al Bukhari diriwayatkan bahwa Nabi bersabda kepada Aisyah:"Tunggulah. Jika kamu telah suci, maka keluarlah ke Tan'im."

Ketiga, bahwa pembatasan dan rincian (bilangan hari-hari minimal dan maksimal haid) yang disebutkan oleh para fuqoha dalam masalah ini tidak terdapat dalam al-Qur'an dan as-Sunnah. Padahal kalau itu perlu dan mendesak tentu tidak akan dilewatkan begitu saja.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Risalah fil asma' allati 'allaqa as-Syaari' al-Ahkaama biha, halaman 35:"Di antara sebutan yang dikaitkan oleh Allah dengan berbagai hukum dalam Kitab dan Sunnah yaitu sebutan haid. Allah tidak menentukan batas minimal dan maksimalnya, ataupun masa suci di antara dua haid. Padahal umat membutuhkannya dan banyak cobaan yang menimpa mereka karenanya. Bahasa pun tidak membedakan antara satu batasan dengan batasan yang lainnya. Maka barang siapa menentukan suatu batasan dalam masalah ini, berarti telah menyalahi Kitab dan Sunnah."


Keempat, berdasarkan logika dan qiyas bahwa Allah menerangkan haid sebagai kotoran. Maka manakala haid itu ada maka kotoran itu ada. Tidak ada perbedaan antara hari kedua dengan hari pertama, antara hari keempat dengan hari kelima dan seterusnya. Haid adalah haid dan kotoran adalah kotoran. Dalam kedua hari tersebut terdapat 'illat (sebab) yang sama. Jika demikian, bagaimana mungkin dibedakan dalam hukum di antara kedua hari itu padahal keduanya sama dalam 'illat (sebab)?.


Kelima, adanya perbedaan dan silang pendapat di kalangan ulama yang memberikan batasan, menunjukkan bahwa dalam masalah ini tidak ada dalil yang harus dijadikan patokan. Semuanya adalah hasil ijtihad semata yang bisa benar dan salah. Dan yang patut jadi acuan dalam perselisihan seperti ini adalah al-Qur'an dan as-Sunnah yang mengatakan bahwa batas masa haid adalah sampai suci, bukan bilangan hari-hari.

3. Hal-hal di luar kebiasaan haid

- Bertambah atau berkurangnya masa haid. Misalnya, seorang wanita biasanya haid selama 6 hari, tetapi tiba-tiba jadi 7 hari. Atau sebaliknya, biasanya 7 hari jadi 6 hari.
- Maju atau mundurnya waktu datang haid. Misalnya, seorang wanita biasanya haid pada akhir bulan lalu tiba-tiba pada awal bulan. Atau sebaliknya biasa di awal bulan tiba-tiba pada akhir bulan.
Para ulama berbeda pendapat dalam menghukumi kedua hal di atas. Namun, pendapat yang benar adalah bahwa apabila seorang wanita mendapatkan darah haid maka dia dalam keadaan haid, dan jika tidak mendapatkannya berarti ia dalam keadaan suci, meskipun masa haidnya melebihi atau kurang dari kebiasaannya serta maju atau mundur dari waktu kebiasaannya.
- Darah berwarna kuning atau keruh. Yakni seorang wanita mendapatkan darahnya berwarna kuning seperti nanah atau keruh antara kekuning-kuningan dan kehitam-hitaman. Jika hal ini terjadi pada saat haid atau bersambung dengan haid sebelum suci, maka itu adalah darah haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Namun, jika terjadi sesudah masa suci, maka itu bukan darah haid. Ini berdasarkan hadits dari Ummu Athiyah:"Kami tidak menganggap apa-apa darah yang berwarna kuning atau keruh sesudah masa suci."
- Darah haid keluar secara terputus-putus.
Yakni sehari keluar darah dan sehari lagi tidak keluar darah. Dalam hal ini ada 2 kondisi:
1. Jika terjadi pada wanita setiap waktu, maka darah itu adalah darah istihadhah, dan berlaku atasnya hukum istihadhah.
2. Jika terjadi pada wanita tidak setiap waktu tapi hanya kadang-kadang saja dan ia mempunyai saat suci yang tepat. Maka para ulama berbeda pendapat dalam menentukan kondisi ketika tidak keluar darah . Apakah hal ini merupakan masa suci atau termasuk dalam haid?. Menurut Madzhab Imam as-Syafi'i, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Abu Hanifah adalah bahwa hal ini masih termasuk dalam hukum haid. Yang masyhur dari pengikut madzhab Imam Ahmad bin Hanbal adalah jika darah keluar berarti haid dan jika berhenti berarti suci; kecuali apabila jumlah masanya melampaui jumlah maksimal masa haid, maka darah yang melampaui itu adalah daraha istihadhah.
- Terjadinya pengeringan darah. Yakni si wanita tidak mendapatkan selain merasa lembab dan basah saja pada kemaluannya. Jika hal ini terjadi pada saat masa haid atau bersambung dengan haid sebelum masa suci, maka dihukumi sebagai haid. Tetapi jika terjadi pada masa suci, maka tidak termasuk haid. 

4. Hal-hal yang diharamkan bagi wanita yang haid.
- Shalat
- Puasa
- Thawaf
-Thawaf Wada'
- Berdiam dalam masjid. Hadits Ummu Athiyah mengatakan bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda:"Agar keluar para gadis, perawan dan wanita haid…Tetapi wanita haid menjauhi tempat shalat." (HR.Muttafaq 'alaih).
- Jima'. Diharamkan bagi suami untuk menggauli istrinya yang haid dan si istri jangan sekali-kali memberikan kesempatan pada suami untuk menggaulinya.
- Thalaq. Diharamkan bagi suami untuk mentalaq istrinya yang sedang haid. (lihat QS at-Thalaq:1). 

5. Kewajiban mandi
Jika telah suci dari haid, maka wajib atas wanita tersebut untuk mandi. Minimalnya dalam mandi yaitu membersihkan seluruh anggota badan sampai bagian kulit yang ada di bawah rambut. Afdhalnya seperti dalam hadits riwayat Asma binti Syakl dimana Rasulullah bersabda:"Hendaklah seseorang di antara kamu mengambil air dan daun bidara lalu berwudhu dengan sempurna, kemudian mengguyurkan air di bagian atas kepala dan menggosok-gosoknya dengan kuat sehingga merata ke seluruh kepalanya, selanjutnya mengguyurkan air pada ag nggota badannya. Setelah itu, mengambil sehelai kain yang ada pengharumnya untuk bersucil dengannya." Asma bertanya:'Bagaimana bersuci dengannya?' Nabi menjawab:"Subhanallah." Maka Aisyah pun menerangkan dengan berkata:'Ikutilah bekas-bekas darah." (HR.Muslim.Shahih Muslim juz 1 hal. 179).
Tidak wajib melepas gulungan rambut, kecuali terikat kuat dan ditakutkan air tidak sampai ke dasar rambut.(HR.Muslim dari jalan Ummu Salamah).
Disarikan dari buku Darah Kebiasaan Wanita karya Syaikh Utsaimin Rahimahullah.

Penulis : Halawi Hayari iben Ahmad Akhyar*
*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Mataram NTB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar